Minggu, 31 Mei 2015

BEBERAPA MANFAAT CITRA SATELIT UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

Wilayah pesisir Indonesia merupakan daerah yang terpadat penduduknya. Sekitar 140 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia tinggal diwilayah pesisir (DKP, 2008). Selain faktor dari manusia, perubahan iklim global juga meningkatkan tekanan terhadap wilayah pesisr melalui semakin meningkatnya muka air laut akibat pemanasan global.
Pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara cepat dan tepat dengan memanfaatkan data yang kontinyu dan teknologi yang mampu menggambarkan wilayah pesisir dengan baik. Integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan salah satu cara untuk mengelola wilyah pesisr dengan data yang kontinyu dan sebaran spasial yang bisa menampilkan secara sederhana bentuk kawasan peisisir. Secara sederhana intergrasi antara penginderaan jauh dan SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau kondisinya.
Manfaat citra penginderaan jauh dan SIG dalam pengelolaan wilayah pesisir antara lain :

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

Sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,fungsi sosial dan ekonomis, serta fungsi fisik. Kenyataanya, kondisi hutan mangrove di Indonesia masih memprihatinkan. Berdasarkan data dari FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara tahun 2000-2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar 50.000 Ha atau sekitar 1,6 %.

Mengingat akan fungsi pentingnya, maka diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir. Di dalam kegiatan pengelolaan, sangat diperlukan adanya basis data yang memadai. Basis data ini dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk dalam pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Seiring dengan perkembangannya, saat ini, integrasi antara teknik penginderaan jauh dengan teknik Sistem Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai aplikasi. Monitoring perubahan tutupan lahan mangrove dilakukan melalui interpretasi visual data penginderaan jauh multitemporal seperti Citra Landsat TM, Citra Landsat ETM, dan Citra ALOS.
Pada analisis kualitatif, perubahan tutupan lahan mangrove disajikan secara spasial berupa peta distribusi tutupan lahan mangrove. Dengan disajikan secara bersamaan, maka peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda akan memberikan informasi lokasi-lokasi di mana terjadi perubahan tutupan lahan mangrove, baik berupa penambahan maupun pengurangan mangrove. Secara kuantitatif, monitoring perubahan tutupan lahan mangrove diidentifikasi melalui perubahan luas pada masing-masing tahun pengamatan.

MENENTUKAN BUDI DAYA LAUT

Potensi laut di Indonesia sangat besar. Sayangnya kekayaan ini tidak disadari oleh banyak masyarakat bahkan yang tinggal di wilayah pesisir. Akibatnya, masyarakat kurang mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh pun bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan budi daya laut. Beberapa parameter biofisik perairan yang diperlukan dalam budi daya laut dan bersifat dinamis bisa dideteksi dari citra Landsat menggunakan algoritma atau rumusan tertentu yang sudah dikalibrasi dengan data lapangan.
Ekstraksi parameter dilakukan dengan dua citra yang mewakili kondisi dua musim di Indonesia. Tingkatan kesesuaian perairan laut diperoleh dengan melakukan overlay (tumpang susun) seluruh parameter untuk semua musim. Selanjutnya, dipadukan dengan tingkat kesesuaian musim yang berbeda sehingga diperoleh kesesuaian perairan yang mewakili dua musim. Parameter yang dinamis diperoleh dengan menggunakan data satelit multitemporal. Selain itu, analisis potensi juga mempertimbangkan faktor pembatas seperti keterlindungan, daerah konservasi, serta faktor penimbang seperti aksesibilitas dan pencemaran udara.

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

Meningkatnya upaya pemanfaatan ekosistem terumbu karang untuk berbagai kepentingan, menuntut segera dilakukan upaya pengelolaan secara berkelanjutan. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia adalah ketersediaan data dan informasi lingkungan yang tepat dan akurat secara berkala. Citra satelit merupakan salah satu sumber data yang meliput suatu daerah cukup luas dan tersedia secara berkala. Salah satu citra satelit yang digunakan adalah citra satelit ASTER karena citra satelit ini memiliki resolusi spasial, resolusi spektral dan resolusi temporal yang cukup baik, untuk tujuan pemantauan kondisi terumbu karang.
Status kondisi terumbu karang, umumnya ditentukan berdasarkan persentase tutupan karang hidup yang diperoleh melalui kegiatan pengukuran lapangan dengan metode line intercept transect (LIT), pada garis transek sepanjang 50 – 100m. Pemetaan status kondisi terumbu karang melalui analisis citra satelit ASTER, pada dasarnya merupakan suatu upaya penilaian kenampakan objek terumbu karang per satu luasan pixel. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi generalisasi data dan penyediaan informasi secara cepat, tepat dan berkala.

PENGAMATAN PERUBAHAN GARIS PANTAI

Teknologi yang mudah dan cepat untuk pemantauan perubahan garis pantai adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui perekaman citra satelit sebagai datanya. Salah satunya adalah dengan menggunakan data hasil perekaman citra Landsat (Land satellite). Salah satu sensor yang dibawa adalah Thematic Mapper (TM) yang memiliki resolusi spasial 30 m × 30 m. Sensor ini terdiri dari 7 band yang memiliki karakteristik berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan (Lillesand dan Kiefer, 1990). Data Landsat dipilih karena mudah didapatkan.
                Perubahan garis pantai ada 2 macam, yaitu akresi dan abrasi. Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut. Proses sedimentasi di daratan dapat disebabkan oleh pembukaan areal lahan, limpasan air tawar dengan volume yang besar karena hujan yang berkepanjangan dan proses transport sedimen dari badan sungai menuju laut. Akresi pantai juga dapat menyebabkan terjadi pendangkalan secara merata ke arah laut yang lambat laun akan membentuk suatu dataran berupa delta atau tanah timbul. Proses akresi pantai biasanya terjadi di perairan pantai yang banyak memiliki muara sungai dan energi gelombang yang kecil serta daerah yang bebas terjadi badai. Sedangkan abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut .



sumber :
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/manfaat-citra-penginderaan-jauh.html
http://igps-pekenbali.blogspot.com/2012/10/pemanfaatan-data-citra-satelit-dalam.html
https://mbojo.wordpress.com/2008/12/24/perencanaan-pengelolaan-wilayah-pesisir-dengan-memanfaatkan-sistem-informasi-geografi-dan-data-penginderaan-jauh

2 komentar:

  1. wah ini sepertinya anak blogger , beda dr yg lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaaaaa ada komennya hahaha makasih isna sudah dikasih komentar wkwk

      Hapus