Sabtu, 23 Mei 2015

PULAU PULAU KECIL TERLUAR DI INDONESIA


Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbukarang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi serta juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.

sumber : www.batasnegeri.com
Definisi pulau kecil sendiri menurut Undang-Undang  27 Tahun 2007 adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Menurut http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/ jumlah pulau-pulau kecil bernama di Indonesia adalah 13.466, dengan jumlah pulau-pulau kecil terluar di Indonesia mencapai 92 pulau.

Jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia atas kebaradaan pulau-pulau terluar, setidaknya terdapat tiga fungsi penting dari pulau-pulau terluar tersebut yaitu antara lain:


Sebagai fungsi pertahanan dan keamanan.
Pulau-pulau terluar memiliki peran penting keluar masuknya orang dan barang. Praktik-praktik penyelundupan senjata, barang-barang illegal, obat-obatan terlarang, pemasukan uang dolar palsu, perdagangan wanita, pembajakan, pencurian hasil laut dan menjadi lalu lintas kapal-kapal asing.

Sebagai fungsi ekonomi.
Sangat jelas pulau-pulau terluar ini memiliki peluang dikembangkan sebagai wilayah potensial industri berbasiskan sumberdaya seperti industri perikanan, pariwisata bahari dan industri.

Sebagai fungsi ekologi.
Ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau terluar dapat berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hirologi dan biokimia, sumber energi alternatif, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang lainnya.

Melihat fungsi penting dari pulau-pulau terluar tersebut, dibutuhkan pengelolaan dan pengamanan yang baik dari pemerintah Indonesia. Keberadaan aturan hukum dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar pada akhirnya akan sangat diperlukan, yaitu sebuah peraturan hukum yang mengakomodasi berbagai kepentingan, sehingga pengelolaan pulau-pulau terluar lebih komprehensif.

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dishidros TNI-AL pada tahun 2003, dari 92 pulau kecil terluar yang tersebar di 17 provinsi dimana keberadaannya mempengaruhi luas wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari 92 pulau tersebut, 12 pulau di antaranya memiliki kerawanan atau dianggap memungkinkan untuk menjadi sumber konflik perbatasan dengan negara tetangga bila tidak diantisipasi sejak dini, sehingga perlu diberi perhatian secara khusus. Ke-12 pulau tersebut adalah antara lain pulau (Laksamana Pertama Sunaryo, 2005 : 7):

Pulau Rondo (terletak di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, berbatasan dengan perairan India)

Pulau Sekatung (terletak di wilayah propinsi Riau, berdekatan dengan Negara Vietnam)

Pulau Nipah (terletak di wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura.)

Pulau Berhala (terletak di wilayah Sumatera Utara, berbatasan dengan Malaysia. Keberadaan pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional.)

Pulau Miangas, Pulau Marampit, dan Pulau Marore (terletak di wilayah propinsi Sulawesi Utara yang berbatasan langsung dengan Negara Filipina. Pulau-pulau tersebut seluruhnya berpenduduk, Menara suar sudah ada kecuali Pulau Marampit. Penduduk di ketiga pulau tersebut sering berinteraksi dengan penduduk Filipina, bahkan sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat setempat diperoleh dari Negara Filipina;)

Pulau Fanildo, Pulau Fani, Pulau Brass (berada di wilayah Propinsi Papua dan ketiganya berbatasan dengan Negara Palau, kecuali pulau Brass)

Pulau Dana, Pulau Batek (terletak di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatasan dengan Negara Australia dan Timor Leste.)

sumber : jakartagreater.com

Pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau terluar dan memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka pulau-pulau tersebut memiliki nilai yang sangat strategis, sekaligus rawan terhadap sengketa kepemilikan di masa mendatang. Keberadaan pulau-pulau kecil terluar tersebut memiliki spektrum yang luas, bukan hanya sebatas aspek ekonomis, tetapi juga terkait aspek politis dan aspek pertahanan dalam rangka menjadi integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karenanya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan membangun Indonesia dari Pinggir bisa diartikan dengan pengelolaan pulau terluar, pasalnya selama ini terjadi disparitas pembangunan, kesenjangan wilayah dan kesenjangan pendapatan. Beliau mengatakan permasalahan Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) sebagai beranda terdepan sekaligus paling pinggir dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang sangat kompleks. Selain untuk menegakkan kedaulatan negara, pengelolaan pulau-pulau kecil terluar secara berkelanjutan menjadi penting dan strategis untuk menguatkan perekonomian bangsa yang berbasis kemaritiman.

Menurut beliau, isu dan permasalahan strategis yang mewarnai potret dan kondisi PPKT saat ini antara lain kemiskinan masyarakat, minimnya infrastruktur dasar, pertahanan dan keamanan, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Persoalan lainnya adalah rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, serta minimnya sarana komunikasi dan informasi. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beban yang berat dalam menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayahnya dibandingkan dengan negara yang wilayahnya didominasi oleh daratan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan khusus dalam pemanfaatan dan pengelolaan pulau-pulau kecil melalui kegiatan perlindungan, pengawasan, dan pemantauan secara terus menerus agar keberadaannya dapat dipertahankan.

Seperti yang diungkapkan Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengatur PPKT ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT).

Pendekatan dan bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan PPKT tersebut selama ini ditujukan untuk pulau kecil terluar berpenduduk dan tidak berpenduduk. Pulau kecil terluar berpenduduk dilakukan dengan mengedepankan pendekatan kesejahteraan sosial dan ekonomi seperti penyediaan sarana-prasarana dasar seperti air bersih, listrik, dermaga dan sarana komunikasi.

Sedangkan, pulau kecil terluar tidak berpenduduk melalui penguatan pengelolaan keamanan dan konservasi laut. Pilihan untuk mendorong agenda konservasi laut di pulau kecil terluar tidak berpenduduk sangat beralasan. Alasannya yaitu mengefektifkan penguasaan pulau kecil terluar oleh pemerintah Indonesia sebagai batas laut negara dan upaya mencapai target 20 juta hektar kawasan konservasi laut pada 2020.



REFERENSI :
Dinas Hidro-Oceanografi TNI AL, 2003


Tidak ada komentar:

Posting Komentar