Minggu, 01 Maret 2015

Wawasan Nusantara dan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Implikasi Konsep Wawasan Nusantara terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir
               
      Negara Kesatuaan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan. Total luas wilayah Indonesia adalah 7.9 juta km² yang terdiri dari 1.8 juta km² wilayah daratan dan 3.2 juta km² wilayah laut teritorial serta 2.9 juta km² laut perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dengan demikian total wilayah perairan Indonesia adalah 77% dari seluruh luas Indonesia, atau tiga kali luas wilayah daratan Indonesia. Wilayah Indonesia yang begitu luasnya tersebut didapatkan melalui Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang dicetuskan oleh Djoeanda Kartawidjaja, Perdana Menteri Indonesia pada saat itu.

sumber : I Made Andi Arsana. Lecture23feb.pdf

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Melalui Deklarasi Djuanda, Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia.
Wilayah perairan tersebut sering pula disebut dengan Archipelagic Waters (Perairan Kepulauan). Setelah 9 tahun memperjuangkan Archipelagic Waters, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Dengan disepakatinya perairan kepulauan Indonesia, maka hal tersebut merupakan sumbangan Indonesia untuk hukum laut internasional.

sumber : I Made Andi Arsana. Lecture23feb.pdf

Berdasarkan konvensi hukum laut (UNCLOS III) tahun 1982, wilayah perairan Indonesia meliputi kawasan seluas 3,1 juta km² terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta km² dan laut dengan luas sekitar 0,3 juta km² Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas berbagai sumber kekayaan alam serta berbagai kepentingan yang melekat pada ZEE seluas 2,7 juta km² dan hak partisipasi dalam pengelolaan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil ZEE. Suatu negara dapat mengklaim laut internal kepulauannya jika memenuhi syarat perbandingan luas air dengan luas daratan sebesar 1:1 atau 9:1.
Dengan ditetapkannya wilayah perairan kepulauan Indonesia, maka muncullah permasalahan berikutnya tentang penentuan jalur-jalur yang nantinya akan digunakan sebagai jalur pelayaran internasional. Jalur-jalur tersebut kemudian disebut dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). ALKI berupa koridor dengan lebar 25 mil ke kiri dan 25 mil ke kanan dari poros jalur. Dengan ditetapkannya ALKI maka negara lain yang ingin melewati wilayah perairan Indonesia harus menggunakan jalur- jalur tersebut. Hingga saat ini, baru ada tiga buah jalur yang sudah ditetapkan oleh Indonesia dan disepakati oleh negara-negara lainnya. Ketiga jalur tersebut melintang sepanjang utara ke selatan. Dimata dunia internasional, ALKI yang ditentukan oleh Indonesia tersebut masih berupa ALKI parsial, karena belum ditentukannya jalur yang membujur dari barat ke timur atau sebaliknya. Pada UNCLOS juga sudah ada ketentuan apabila tidak menentukan jalur pelayaran internasional pada wilayah perairan kepulauan, maka negara lain bebas lewat dimana saja.  

sumber : I Made Andi Arsana. Lecture23feb.pdf

Selain membahas tentang ALKI dan Archipelagic Waters, UNCLOS juga membahas tentang penentuan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif), dimana ZEE Indonesia memiliki klaim maritim yang saling bertumpang tindih dengan sepuluh negara-negara tetangga (Malaysia, Filiphina, Australia, Vietnam, Timor Leste, Palau, India, Thailand, Papua Nugini, dan Singapura), untuk itu perlu ditetapkan batas-batas maritim dengan kesepuluh negara tetangga tersebut. Dari kesepuluh negara yang memiliki klaim maritim yang saling bertumpang tindih dengan wilayah maritim Indonesia, baru delapan negara yang sudah memiliki kesepakatan batas maritim dengan Indonesia meskipun belum tuntas. Dua negara yang belum memiliki kesepakatan batas adalah Timor Leste dan Palau.
Penentuan batas maritim tersebut berdampak pada wilayah pesisir Indonesia, untuk itu penentuan batas maritim (terutama batas maritim dengan negara tetangga) sangatlah penting. Hal tersebut diperlukan, agar dapat memberikan batas yang pasti sampai dimana pengelolaan wilayah pesisir Indonesia harus dilakukan.
Dengan diklaimnya wilayah perairan Indonesia saat ini, setelah melalui perjuangan yang sangatlah lama oleh orang-orang berjasa seperti Djoeanda Kartawidjaja, Mochtar Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi Sumardiman, Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga Napitupulu, Zuhdi Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda, kini dibutuhkan suatu pengelolaan terpadu pada wilayah tersebut. Kekayaan alam yang sudah Indonesia miliki sekarang ini, layaknya digunakan secara bijaksana untuk kesejahteraan rakyat Indonesia sesuai dengan UUD 1945.


Sumber :
Andi Arsana, I Made. Memagari Laut Nusantara: Penetapan Batas Maritim Indonesia untuk Mendukung Kedaulatan dan Hak Berdaulat NKRI.

https://lawforjustice.wordpress.com/tag/wilayah-perairan-laut-indonesia/

Fanny Zafira Mukti (39843)

2 komentar: